A.
Ilmu
Pengetahuan
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha
sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi
kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan
rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup
pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena
manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya.
Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Contoh: Ilmu Alam
hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani
(materiil saja) atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku
manusia jika membatasi lingkup pandangannya ke dalam segi umum dari perilaku
manusia yang kongkrit. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab
pertanyaan tentang berapa jauhnya matahari dari bumi, atau ilmu psikologi
menjawab apakah seorang pemudi sesuai untuk menjadi perawat.
Adapun syarat-syarat dari ilmu yakni Berbeda dengan pengetahuan, ilmu
merupakan pengetahuan khusus dimana seseorang mengetahui apa penyebab sesuatu
dan mengapa. Ada persyaratan ilmiah sesuatu dapat disebut sebagai ilmu. Sifat ilmiah
sebagai persyaratan ilmu banyak terpengaruh paradigma ilmu-ilmu alam yang telah
ada lebih dahulu.
- Objektif. Ilmu harus memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun bentuknya dari dalam. Objeknya dapat bersifat ada, atau mungkin ada karena masih harus diuji keberadaannya. Dalam mengkaji objek, yang dicari adalah kebenaran, yakni persesuaian antara tahu dengan objek, dan karenanya disebut kebenaran objektif; bukan subjektif berdasarkan subjek peneliti atau subjek penunjang penelitian.
- Metodis adalah upaya-upaya yang dilakukan untuk meminimalisasi kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam mencari kebenaran. Konsekuensi dari upaya ini adalah harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Metodis berasal dari kata Yunani “Metodos” yang berarti: cara, jalan. Secara umum metodis berarti metode tertentu yang digunakan dan umumnya merujuk pada metode ilmiah.
- Sistematis. Dalam perjalanannya mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungan yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem yang berarti secara utuh, menyeluruh, terpadu , mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Pengetahuan yang tersusun secara sistematis dalam rangkaian sebab akibat merupakan syarat ilmu yang ketiga.
- Universal. Kebenaran yang hendak dicapai adalah kebenaran universal yang bersifat umum (tidak bersifat tertentu). Contoh: semua segitiga bersudut 180º. Karenanya universal merupakan syarat ilmu yang keempat. Belakangan ilmu-ilmu sosial menyadari kadar ke-umum-an (universal) yang dikandungnya berbeda dengan ilmu-ilmu alam mengingat objeknya adalah tindakan manusia. Karena itu untuk mencapai tingkat universalitas dalam ilmu-ilmu sosial, harus tersedia konteks dan tertentu pula.
B` . Bebas
Nilai
Bebas nilai merupakan tuntutan agar
ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan dan karena itu ilmu
pengetahuan tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan pada pertimbangan lain
di luar ilmu pengetahuan.
Namun tuntutan bebas nilai ini tidak mutlak karena tuntutan ini hanya berlaku bagi nilai lain di luar nilai yang menjadi taruhan utama dan perjuangan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.
Namun tuntutan bebas nilai ini tidak mutlak karena tuntutan ini hanya berlaku bagi nilai lain di luar nilai yang menjadi taruhan utama dan perjuangan ilmu pengetahuan bahwa ilmu pengetahuan harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.
C. Teori
Tentang Nilai
Perkembangan yang terjadi dalam
pengetahuan ternyata melahirkan sebuah polemik baru karena kebebasan
pengetahuan terhadap nilai atau yang bisa kita sebut sebagai netralitas
pengetahuan (value free). Sebaliknya
ada jenis pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai atau yang lebih
dikenal sebagai value baound. Sekarang mana yang lebih unggul antara netralitas
pengetahuan dan pengetahuan yang didasarkan pada keterikatan nilai?
Bagi ilmuwan yang menganut faham
bebas nilai kemajuan perkembangan ilmu pengetahuan akan lebih cepat terjadi.
Karena ketiadaan hambatan dalam melakukan penelitian. Baik dalam memilih objek
penelitian, cara yang digunakan maupun penggunaan produk penelitian.
Sedangkan bagi ilmuwan penganut
faham nilai terikat, perkembangan pengetahuan akan terjadi sebaliknya. karena
dibatasinya objek penelitian, cara, dan penggunaan oleh nilai.
Kendati demikian paham pengetahuan
yang disandarkan pada teori bebas nilai ternyata melahirkan sebuah permasalahan
baru. Dari yang tadinya menciptakan pengetahuan sebagai sarana membantu
manusia, ternyata kemudian penemuannya tersebut justru menambah masalah bagi
manusia. Meminjam istilah carl Gustav Jung “bukan lagi Goethe yang melahirkan
Faust melainkan Faust-lah yang melahirkan Goethe”.
D.
ILMU, Antara Bebas atau Terikat Nilai
Perkembangan
ilmu pengetahuan dalam sejarahnya tidak selalu melalui logika penemuan yang
didasarkan pada metodologi objektivisme yang ketat. Ide baru bisa saja muncul
berupa kilatan intuisi atau refleksi religius, di mana netralitas ilmu
pengetahuan kemudian rentan permasalahan di luar objeknya. Yaitu terikat dengan
nilai subjektifitasnya seperti hal yang berbau mitologi. Dengan demikian
netralitas ilmu semakin dipertanyakan.
Setiap
buah pikiran manusia harus kembali pada aspek ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Hal ini sangat penting bahwa setelah tahap ontologi dan epistimologi suatu ilmu
dituntut pertanyaan yaitu tentang nilai kegunaan ilmu (aksiologi). Dari sudut
epistemologi, sains (ilmu pengetahuan) terbagi dua, yaitu sains formal dan
sains empirikal. Sains formal berada di pikiran kita yang berupa kontemplasi
dengan menggunakan simbol, merupakan implikasi-implikasi logis yang tidak
berkesudahan. Sains formal netral karena berada di dalam pikiran kita dan
diatur oleh hukum-hukum logika. Adapun sains empirical tidak netral. Sains
empirikal merupakan wujud kongkret jagad raya ini, isinya ialah jalinan-jalinan
sebab akibat. Sains empirikal tidak netral karena dibangun oleh pakar
berdasarkan paradigma yang menjadi pijakannya, dan pijakannya itu merupakan
hasil penginderaan terhadap jagad raya. Pijakan ilmuwan tersebut tentulah
nilai. Tetapi sebaliknya pada dasar ontologi dan aksiologi bahwa ilmuwan harus
menilai antara yang baik dan buruk pada suatu objek, yang hakikatnya mengharuskan
dia menentukan sikap.
Objek ilmu
memiliki nilai intrinsik sementara di luar itu terdapat nilai-nilai lain yang
mempengaruhinya. Objek tidak dapat menghindari nilai dari luar dirinya karena
tidak akan dikenal sebagai ilmu pengetahuan apabila hanya berdiri sendiri dan
sibuk dengan nilainya sendiri. Dengan kata lain ilmu bukan hanya untuk
kepentingan ilmu sendiri tetapi ilmu juga untuk kepentingan lainnya, sehingga
tidak dapat diabaikan kalau ilmu terikat dengan lainnya seperti nilai.
Paradigmalah yang menentukan jenis eksperimen dilakukan para ilmuwan,
jenis-jenis pertanyaan yang mereka ajukan, dan masalah yang mereka anggap
penting dan manfaatnya. Ketidaknetralan ilmu disebabkan karena ilmuwan
berhubungan dengan realitas bukan sebagai sesuatu yang telah ada tanpa
interpretasi, melainkan dibangun oleh skema konseptual, ideologi, permainan
bahasa, ataupun paradigma.
Di samping
itu ilmu yang bebas nilai juga akan berimplikasi lepasnya secara otomatis
tanggungjawab sosial para ilmuwan terhadap masalah negatif yang timbul, karena
disibukkan dengan kegiatan keilmuan yang diyakini sebagai bebas nilai alias tak
bisa diganggu gugat. Jika ilmuwan berlepas terhadap persoalan negatif yang
ditimbulkannya, maka secara ilmiah mereka dianggap benar. Hal yang sangat
menggelikan. Seharusnya ilmuwan menerima kebenaran yang didapat dalam
penyelidikan ilmu dengan kritis. Setiap pendapat yang dikemukakan diuji
kebenarannya, itulah yang membawa kemajuan ilmu. Kelanggengannya dapat diganti
dengan penemuan yang baru. Kemudian di mana letak kenetralan ilmu?
Dalam
perkembangan ilmu sering digunakan metode trial and error, dan sering
menimbulkan permasalahan eksistensi ilmu ketika eksperimentasi ternyata
seringkali menimbulkan fatal error sehingga tuntutan nilai sangat dibutuhkan
sebagai acuan moral bagi pengembangannya. Dalam konteks ini, eksistensi nilai
dapat diwujudkan dalam visi, misi, keputusan, pedoman perilaku, dan kebijakan
moral.
Berbeda
dengan ilmu yang bebas nilai, ilmu yang tidak bebas nilai atau terikat nilai
(valuebond) memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Pengembangan ilmu yang
terikat nilai jelas tidak mungkin bisa terlepas dari nilai-nilai, lepas dari
kepentingan-kepentingan baik politis, ekonomis, sosial, religius, ekologis dsb.
terimakasih share nya.. diantos kunjunganna ke www.yipakhoiroummah.com www.gurubekam.blogspot.com www.yipakhoiroummah.blogspot.com
BalasHapus