Jumat, 18 Mei 2012

Sistem Pangan dan Gizi


II. 1. Pengertian Pangan
Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004, pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan dibedakan atas :

a. Pangan Segar
Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar.
b. Pangan Olahan
Makanan/ pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok tersebut.
c. Pangan Siap Saji
Pangan siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bias langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Pangan yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas. Unsur kuantitas sering dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran cukup mungkin adalah kenyang, atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan tersebut seperti keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.

II. 1. 2 Kelompok Bahan Pangan
Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada masing-masing kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya pangan yang tersedia. Secara nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut :
a. Padi-padian                                     : beras, jagung, sorghum dan terigu
b. Umbi-umbian                      : ubi kayu, ubi jalar, kentang talas dan sagu.
c. Pangan hewani                    : ikan, daging, susu dan telur.
d. Minyak dan lemak              : minyak kelapa, minyak sawit.
e. Buah/biji berminyak            : kelapa, daging.
f. Kacang-kacangan                : kedelai, kacang tanah, kacang hijau.
g. Gula                                    : gula pasir, gula merah.
h. Sayur dan buah                     : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa               dikonsumsi.
i. Lain-lain                                : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi.

II. 2  Pengertian Gizi
Istilah “gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955 sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan mengejanya sebagai ”nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia Badudu-Zain tahun 1994. WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan menghasilkan energi.
Zat gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.


II.3 Penyedian Pangan
II.3.1  Produksi Bahan Makanan
Penyediaan pangan merupakan kegiatan pertama menuju ke arah konsumsi pangan. Tidak mungkin kita mengkonsumsi sesuatu makanan yang tidak tersesia. Penyediaan pangan yang paling penting ialah produksi dalam negeri. Hampir tidak ada satu Negara yang menggantungkan penyediaan pangan bagi rakyatnya dari hasil impor. Karena itu, kebijaksanaan pemerntah dalam bidang produksi pangan akan sangat menentukan kemakmuran masyarakat dibidang pangan tersebut.
Di Indonesia kebijaksanaan pemerintah mengarahkan dan membina para petani, mproduksi jenis dan banyaknya makanan terutama bahan makanan pokok yang diperlukan, misalnya dilakukan rangsangan-rangsangan untuk memproduksi padi jenis tertentu atau bahan pangan lainnya yang ditentukan melalui Kementerian Pertanian.
Binaan produksi pangan di Indonesia dilakukan melalui program intensifikasi. Program ini dilancarkan di daerah yang telah terdapat sawah yang biasa memproduksi bahan makanan pokok padi, atau bahan pangan lainnya. Pada dasarnya ada dua kelompok upaya intensifikasi produk pangan, yaitu yang disebut bimbingan missal ( BIMAS ) dan intensifikasi missal ( INMAS ).
Pada program BIMAS, produksi diarahkan dengan suatu paket upaya yang disebut Panca Usaha Tani, yang terdiri atas :
a)      Pemakaian bibit unggul
b)      Penggunaan pupuk
c)      Pemakaian irigasi teknis
d)     Penggunaan alat dan obat pembasmi hama
e)      Penerapan teknologi bercocok tanam modern.

II.3.2 Perlakuan Pasca Panen
Yang disebut pasca panen ialah segala upaya untuk menyiapkan hasil produksi pertanian setelah di panen. Tujuan utama upaya pasca panen ialah untuk menyiapkan hasil panen agar tahan di simpan jangka panjang tanpa mengalami kerusakan terlalu banyak dan dapat di pasarkan dalam kondisi baik, tidak banyak yang terpaksa terbuang karena rusak. Macam upaya ini tergantung dari jenis bahan pangan hasil panen tersebut, diantaranya :
a)      Pengeringan
Jadi agar dapat disimpan dsalam jangka waktu lebih lama tanpa menjadi rusak, hasil panen harus diusahakan dapat dikeringkan menurut persyaratannya. Pada kadar air yang cukup rendah ( 14 % atau lebih rendah lagi pada biji-bijian, bahkan sampai 10% ). Juga kadar air yang rendah akan meringankan ongkos pengankutan, sebab pada bahan pangan yang basah ikut ditranspor sejumlah air yang tidak perlu.
b)      Pengankutan
Ketika ditranspor, sejumlah bahan makanan akan mudah tercecer hilang dan tidak dimanfaatkan untuk konsumsi. Berbagai jenis bahan makanan memerlukan cara transport tertentu ( seperti curah, dalam dos, karung, kaleng, dsb ). Pengkemasan yang tidak memenuhi syarat, akan meningkatkan kerusakan dan penghamburan bahan makanan.
c)      Penyimpanan
Cara penyimpanan bahan makanan harus memnihu syarat-syarat tertentu, terutama bagi bahan makanan yang mudah rusak seperti bahan pangan hewani. Telah dikemukakan bahwa biji-bijian harus disimpan dalam konsisi cukup kering. Berbagai jenis bahan makanan dalam gudang jangan bvercampur baur, dan sebaiknya jangan bahan makanan disimpan dalam satu gudang yang sama dengan bahan-bahan beracun seperti insektisida.
d)     Seleksi dan conditioning
Penanganan bahan makanan dalam bentuk seleksi dan conditioning diperlukan bila diperuntukkan ekspor. Sebelum di ekspor, bahan makanan kadang-kadang harus di conditioning dahulu agar mempunyai tingkat kondisi yang memenuhi persyaratan ekspor.

II.3.3 Perdagangan
Jalur perdagangan berbagai bahan makanan mempunyai sifat khusus sendiri-sendiri. Panjang pendeknya jalur perdagangan ini tergantung dari jenis bahan makanan yang bersangkutan, dan akan ikut menentukan tinggi rendahnya harga bahan makanan tersebut ketika sampai pada konsumen. Biasanya semakin panjang jalur perdagangan, semakin mahal harga yang harus dibayar oelh konsumen. Jalur perdagangan bahan makanan tertentu dikuasai oleh kelompok pedagang tertentu sehingga merupakan sejenis monopoli, merekalah yang kemudian paling menentukan besarnya harga akhir yang harus di bayar oleh konsumen.

II.4 Distribusi Pangan
Kelancaran distribusi sangat tergantung pada kondisi sarana transport dan perdagangan. Kita bedakan distribusi makro dan distribusi mikro bahan makanan tersebut. Distribusi makro menyangkut perdagangan pangan di pasaran dan antar daerah maupun antar Negara, sedangkan ditribusi mikro berhubungan dengan ditribusi bahan makanan tersebut diantara para anggota dalam suatu keluarga.
Distribusi makro bahan pangan sangat erat kaitannya dengan penyediaan serta perdagangan pangan bagi suatu masyarakat. Mungkin suatu jenis bahan pangan diproduksi secara melimpah disuatu daerah, tetapi karena sarana transport dan dengan demikian distribusinya ke daerah lain tidak lancar, maka bahan makanan tersebut sukar didapat di daerah konsumen.

II.4.1 Transpor
Cara mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengankutan tersebut dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan agar bahan makanan tidak tercemar oleh konaminan dan tidak rusak.

II.4.2 Penyimpanan
Tidak semua makanan langsung dikonsumsi tetapi sebagaian mungkin disimpan baik dalam skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang.tempat penyimpanan atau gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut:
1.      Tempat penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau serangga tidak bersarang.
2.      Jika mnggunakan rak, harys disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.
3.      Suhu udara dalam gudang tidak lembab.
4.      Memiliki sirkulasi uadra yang cukup.
5.      Memiliki pencahayaan yang cukup.
6.      Dinding bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak tikus.
7.      Harus ada jalan dalam gudang.

II.4.3 Pengolahan
Sebelum dikonsumsi, sebagian besar makanan diolah dahulu di dapur sehingga menjadi hidangan yang bercita rasa lezat. Proses pengolahan makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat perlengkapan masak.
II.4.4 Pengemasan
Cara pengemasan makanan haruslah memenuhi syarat sanitasi makanan agar menjamin kualitas dari makanan tersebut.
II.4.5 Pemasaran
Tempat penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara alin kebersihan, pencahayaan, sirkulasi, dan memiliki alat pendingin.
II.5 Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan makanan dan minuman (Depkes, 2004). Konsumsi makanan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi .
Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah faktor ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan miskin, selain pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah harga pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini menyebabkan konsumsi pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi yaitu aspek sosial budaya berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang berkembang sesuai dengan keadaaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang menyangkut pemilihan jenis bahan pangan, pengolahan, serta persiapan dan penyajiannya.
II.6 Utilisasi Makanan
II.6.1 Pencernaan,Penyerapan dan Metabolisme Zat gizi
   Setiap bagian yang berbeda dari sistem pencernaan memiliki peran masing-masing dalam penguraian nutrisi. Pada dasarnya terdapat 2 proses kerja: FISIK dan KIMIAWI. Proses fisik melibatkan penguraian partikel menjadi partikel yang lebih kecil (dari unsur yang sama) dan mencampur partikel-partikel tersebut dengan enzim pencernaan. Proses kimiawi melibatkan enzim-enzim untuk mengurangi partikel makanan menjadi molekul yang lebih kecil (mengubah mereka menjadi unsur yang lain).
MULUT – Proses pencernaan dimulai dengan menggigit yang dilanjutkan dengan mengunyah. Mengunyah tidak hanya akan menghancurkan makanan menjadi molekul yang lebih kecil, tapi juga mulai mencairkan dan mencampurnya dengan ludah (saliva). Air ludah mengandung enzim amilase ludah (amilase salivary), yang memulai penguraian kimiawi dari zat tepung.
KERONGKONGAN (Esophagus) – Terdapat otot-otot kuat yang disebut diaphragm, yang terletak tepat di bawah paru-paru. Kerongkongan adalah pipa yang membantu makanan yang telah ditelan untuk sampai ke bawah diaphragm dan ke dalam perut. Tidak terdapat proses pencernaan yang khusus dalam esophagus.
LAMBUNG – Walaupun banyak orang berpikir bahwa perut merupakan organ utama dalam pencernaan, tetapi fungsinya hanya sebatas pada proses fisik saja. Sebagian besar pencernaan kimiawi terjadi di bawah dan pada usus kecil. Perut mencampur dan mengaduk makanan (secara teknis disebut sebagai “bolus” jika pada saat ditelan berbentuk padat, dan “chyme” setelah perut mengaduknya menjadi cairan). Apa yang terjadi secara kimiawi dalam perut pada pokoknya melibatkan protein dengan enzim pepsin yang mulai menguraikan beberapa rantai panjang dari protein. Perut juga mengandung asam hydrochloric pada tingkat pH 2 atau kurang.
USUS KECIL – Panjangnya sekitar 20 kaki gulungan pipa yang berfungsi sebagai tempat penting bagi pencernaan dan penyerapan. Dalam istilah anatomi, bagian pertama disebut duodenum, bagian tengah disebut jejunum dan bagian akhir disebut ileum. Keseluruhan permukaan dari dinding dalam usus kecil pada kenyataannya sangat besar (hampir separuh dari ukuran lapangan sepakbola) karena permukaan dalamnya yang tidak rata. Panjang keseluruhannya dilapisi oleh proyeksi yang disebut villi (bentuk tunggal: villus), dan setiap villus terlapisi oleh proyeksi yang lebih kecil disebut microvilli. Karena bentuknya yang menyerupai bulu sikat , maka permukaan dalam usus kecil biasanya disebut sebagai brush border (batas sikat). Pada batas sikat inilah terjadi sebagian besar dari penyerapan nutrisi, karena microvillus memiliki pembuluh rambut kecil yang menerima nutrisi ke dalam darah dari saluran pencernaan.
USUS BESAR (COLON) – Secara diameter, colon bentuknya lebih besar daripada usus kecil, tapi jauh lebih pendek ukurannya dibandingkan dengan usus kecil. Fungsi utamanya adalah penyerapan kembali terhadap air (bersama dengan mineral-mineral lain yang terlarut di dalamnya) ke dalam aliran darah, dan meninggalkan sisa yang berbentuk agak padat yang kemudian akan dibuang dalam bentuk tinja (faeces) melalui anus pada akhir usus besar. Ingatlah bahwa perut mengambil sebanyak dua galon air dari aliran darah untuk mencairkan makanan-makanan. Jika usus besar gagal melakukan tugasnya untuk penyerapan ulang air, maka akan berakibat pada kematian yang disebabkan oleh dehidrasi. Pada penyakit diare yang parah, ini berarti usus besar tidak melakukan tugas dengan semestinya, ini alasannya mengapa dehidrasi merupakan penyebab umum dari kematian bayi yang disebabkan oleh diare. Penyebab umum dari ini adalah karena air minum yang tercemar, khususnya di negara-negara miskin.
KATUP (VALVE) – Di antara organ-organ terdapat katup-katup (otot sphincter) yang memberikan jalan lintasan ke bawah bagi makanan, dan mencegah mereka mengalir kembali ke atas dalam keadaan yang biasa. Di antara mulut dan kerongkongan (esophagus) terdapat epiglottis, yang mengijinkan makanan untuk mengalir ke bawah menuju pipa yang benar. Di antara perut dan esophagus terdapat cardiac sphincter, yang dinamakan demikian karena letaknya yang dekat dengan jantung namun tidak berpengaruh pada organ tersebut. Pylorus, atau pyloric sphincter, memisahkan perut dari duodenum. Katup ini mencegah terlalu banyak kandungan asam dari perut yang masuk ke dalam usus kecil sekaligus. Ini memberikan kesempatan kepada sodium bicarbonate yang dimasukkan ke dalam duodenum melalui saluran air empedu untuk menetralisir asam tersebut. Di antara akhir dari usus kecil (ileum) dan usus besar terdapat katup ileocecal, yang berfungsi mencegah menumpuknya bakteri berkonsentrasi tinggi dari usus besar ke dalam usus kecil sehingga tidak terjadi infeksi. Pada akhir usus besar terdapat anal sphincter (anus) yang memungkinkan terjadinya pembuangan hanya pada saat yang tepat. Kita memiliki kontrol atas epiglottis pada saat menelan, dan juga kontrol atas pembuangan. Katup-katup yang lainnya bekerja secara otomatis sesuai reaksi atas makanan yang berada dalam saluran pencernaan.
II.6.2 Pencernaan dan Penyerapan Nutrisi
Sebagian besar pencernaan kimiawi terjadi dalam usus kecil. Semua zat tepung yang tersisa (bukan yang telah diuraikan oleh amilase ludah) akan dikurangi menjadi glukosa oleh amilase yang dihasilkan oleh pankreas atau lapisan usus kecil itu sendiri. Semua disakarida akan dikurangi menjadi monosakarida. (Jika seseorang mengalami kekurangan laktase, maka laktosa akan tetap utuh dan akan menyebabkan masalah pada bagian bawah dari usus besar.) Enzim yang bertanggung jawab terhadap penguraian karbohidrat disebut sebagai karbohidrase.
Lemak pertama-tama harus mengalami emulsi oleh air empedu, yang terbuat dalam ati yang tersimpan dalam kandung empedu, dan dikeluarkan ke dalam duodenum saat terdapatnya lemak. Triglyceride akan diuraikan menjadi asam lemak dan glycerol, walaupun sering terdapat satu asam lemak yang terlekat pada glycerol dan terserap sebagai monoglyceride. Enzim yang mempercepat reaksi kimia penguraian lemak disebut lipase.
Protein diuraikan ke dalam unsur asam aminonya. Ikatan antara dua asam amino disebut sebagai ikatan peptide. Maka dua asam amino yang terikat disebut dipeptide, tiga disebut tripeptide, empat sampai sepuluh disebut oligopeptide, and lebih dari sepuluh disebut polypeptide. Enzim yang memisahkan protein-protein yang asli disebut protease, dan enzim yang memisahkan setiap asam amino disebut peptidase.

II. 7 Sub Sistem Ketahan Pangan
Sub sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Secara rinci penjelasan mengenai sub sistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Ø  Sub sistem ketersediaan (food availability) : yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat
Ø  Akses pangan (food access) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.
Ø  Penyerapan pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan. Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita. (Riely et.al , 1999).
Ø  Stabiltas (stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setpa saat, sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana, maupun konflik sosial. (Maxwell and Frankenberger 1992).
Ø  Status gizi (Nutritional status ) adalah outcome ketahanan pangan yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.

Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem, yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada (iv) status gizi masyarakat . Dengan demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering ditekankan pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan, maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi. Konsep ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan dari aspek masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui, baik secara nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.

II.8 Pengertian Status Gizi
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk jangka waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa, 2004).  
Zat gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun 1980an dikelompokan keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energy berupa karbohidrat, lemak dan protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral (Supariasa, 2004).
Keadaan tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan zat gizi (Supariasa, 2004).



Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Suhardjo (2003):
a. Faktor langsung
1) Konsumsi makanan
Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan.
2) Infeksi
Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.
b. Faktor tidak langsung
1) Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga.
    Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.
2) Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan  bagi seluruh anggota keluarga
Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila pengasilan keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak mereka.
3) Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan
     Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.


4. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi menurut Supariasa ( 2001 ) dibagi atas :
a) Penilaian Status Gizi Secara Langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu : antropometri, klinis, biokimia dan biofisik. Masing-masing penilaian akan dibahas sacara umum sebagai berikut :
Ø  Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.

Ø  Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel ( supervisicial epithelial tissues ) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survey klinis secara cepat ( rapid clinical surveys ). Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis-klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda ( signi ) dan gejala ( symptom ) atau riwayat penyakit.



Ø  Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.

Ø  Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan ) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic ( epidemic of right blindness ). Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.

b) Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey konsumsi makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagi berikut :
Ø  Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.

Ø  Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak lengsung pengukuran status gizi masyarakat.

Ø  Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan lain-lain. vPengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program intervensi gizi.





















1 komentar: