II. 1. Pengertian Pangan

a. Pangan Segar
Pangan
segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan, yang dapat dikonsumsi
langsung atau dijadikan bahan baku pengolahan pangan. Misalnya beras, gandum,
segala macam buah, ikan, air segar.
b. Pangan Olahan
Makanan/
pangan olahan tertentu adalah pangan olahan yang diperuntukkan bagi kelompok
tertentu dalam upaya memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatan kelompok
tersebut.
c. Pangan Siap
Saji
Pangan
siap saji adalah makanan atau minuman yang sudah diolah dan bias langsung
disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan.
Pangan
yang dikonsumsi secara teratur setiap hari tidak hanya sekedar memenuhi ukuran
kuantitas saja namun juga harus memenuhi unsur kualitas. Unsur kuantitas sering
dikaitkan dengan jumlah makanan yang harus dikonsumsi. Bagi mereka, ukuran
cukup mungkin adalah kenyang, atau yang penting sudah makan. Sedangkan ukuran
kualitas adalah terkait dengan nilai-nilai intrinsik dalam makanan tersebut
seperti keamanannya, gizi dan penampilan makanan tersebut.
II. 1. 2 Kelompok Bahan Pangan
Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat
dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Jenis pangan pada
masing-masing kelompok dapat berbeda pada setiap daerah/kota sesuai sumberdaya
pangan yang tersedia. Secara nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai
berikut :
a.
Padi-padian :
beras, jagung, sorghum dan terigu
b.
Umbi-umbian : ubi
kayu, ubi jalar, kentang talas dan sagu.
c.
Pangan hewani : ikan,
daging, susu dan telur.
d.
Minyak dan lemak : minyak
kelapa, minyak sawit.
e.
Buah/biji berminyak : kelapa,
daging.
f.
Kacang-kacangan : kedelai,
kacang tanah, kacang hijau.
g.
Gula :
gula pasir, gula merah.
h.
Sayur dan buah : semua
jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi.
i.
Lain-lain :
teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi.
II. 2 Pengertian
Gizi
Istilah
“gizi” dan “ilmu gizi” di Indonesia baru dikenal sekitar tahun 1952-1955
sebagai terjemahan kata bahasa Inggris nutrition. Kata gizi berasal dari
bahasa Arab “ghidza” yang berarti makanan. Menurut dialek Mesir, ghidza dibaca
ghizi. Selain itu sebagian orang menterjemahkan nutrition dengan
mengejanya sebagai ”nutrisi”. Terjemahan ini terdapat dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia Badudu-Zain tahun 1994. WHO mengartikan ilmu gizi sebagai ilmu yang
mempelajari proses yang terjadi pada organisme hidup. Proses tersebut mencakup
pengambilan dan pengolahan zat padat dan cair dari makanan yang diperlukan
untuk memelihara kehidupan, pertumbuhan, berfungsinya organ tubuh dan
menghasilkan energi.
Zat
gizi (nutrien) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta
mengatur proses-proses kehidupan. Makanan setelah dikonsumsi mengalami proses
pencernaan. Bahan makanan diuraikan menjadi zat gizi atau nutrien. Zat tersebut
selanjutnya diserap melalui dinding usus dan masuk kedalam cairan tubuh.
II.3 Penyedian Pangan
II.3.1
Produksi Bahan Makanan
Penyediaan
pangan merupakan kegiatan pertama menuju ke arah konsumsi pangan. Tidak mungkin
kita mengkonsumsi sesuatu makanan yang tidak tersesia. Penyediaan pangan yang
paling penting ialah produksi dalam negeri. Hampir tidak ada satu Negara yang
menggantungkan penyediaan pangan bagi rakyatnya dari hasil impor. Karena itu,
kebijaksanaan pemerntah dalam bidang produksi pangan akan sangat menentukan
kemakmuran masyarakat dibidang pangan tersebut.
Di Indonesia kebijaksanaan pemerintah mengarahkan dan
membina para petani, mproduksi jenis dan banyaknya makanan terutama bahan
makanan pokok yang diperlukan, misalnya dilakukan rangsangan-rangsangan untuk
memproduksi padi jenis tertentu atau bahan pangan lainnya yang ditentukan
melalui Kementerian Pertanian.
Binaan produksi pangan di Indonesia dilakukan melalui
program intensifikasi. Program ini dilancarkan di daerah yang telah terdapat
sawah yang biasa memproduksi bahan makanan pokok padi, atau bahan pangan
lainnya. Pada dasarnya ada dua kelompok upaya intensifikasi produk pangan,
yaitu yang disebut bimbingan missal ( BIMAS ) dan intensifikasi missal ( INMAS
).
Pada program BIMAS, produksi diarahkan dengan suatu paket
upaya yang disebut Panca Usaha Tani, yang terdiri atas :
a)
Pemakaian
bibit unggul
b)
Penggunaan
pupuk
c)
Pemakaian
irigasi teknis
d)
Penggunaan
alat dan obat pembasmi hama
e)
Penerapan
teknologi bercocok tanam modern.
II.3.2 Perlakuan Pasca Panen
Yang
disebut pasca panen ialah segala upaya untuk menyiapkan hasil produksi
pertanian setelah di panen. Tujuan utama upaya pasca panen ialah untuk
menyiapkan hasil panen agar tahan di simpan jangka panjang tanpa mengalami
kerusakan terlalu banyak dan dapat di pasarkan dalam kondisi baik, tidak banyak
yang terpaksa terbuang karena rusak. Macam upaya ini tergantung dari jenis bahan
pangan hasil panen tersebut, diantaranya :
a)
Pengeringan
Jadi agar dapat disimpan dsalam jangka waktu lebih lama tanpa menjadi
rusak, hasil panen harus diusahakan dapat dikeringkan menurut persyaratannya.
Pada kadar air yang cukup rendah ( 14 % atau lebih rendah lagi pada
biji-bijian, bahkan sampai 10% ). Juga kadar air yang rendah akan meringankan
ongkos pengankutan, sebab pada bahan pangan yang basah ikut ditranspor sejumlah
air yang tidak perlu.
b)
Pengankutan
Ketika ditranspor, sejumlah bahan makanan akan mudah tercecer hilang dan
tidak dimanfaatkan untuk konsumsi. Berbagai jenis bahan makanan memerlukan cara
transport tertentu ( seperti curah, dalam dos, karung, kaleng, dsb ).
Pengkemasan yang tidak memenuhi syarat, akan meningkatkan kerusakan dan penghamburan
bahan makanan.
c)
Penyimpanan
Cara penyimpanan bahan makanan harus memnihu syarat-syarat tertentu,
terutama bagi bahan makanan yang mudah rusak seperti bahan pangan hewani. Telah
dikemukakan bahwa biji-bijian harus disimpan dalam konsisi cukup kering.
Berbagai jenis bahan makanan dalam gudang jangan bvercampur baur, dan sebaiknya
jangan bahan makanan disimpan dalam satu gudang yang sama dengan bahan-bahan
beracun seperti insektisida.
d)
Seleksi
dan conditioning
Penanganan bahan makanan dalam bentuk seleksi dan conditioning
diperlukan bila diperuntukkan ekspor. Sebelum di ekspor, bahan makanan
kadang-kadang harus di conditioning dahulu agar mempunyai tingkat kondisi yang
memenuhi persyaratan ekspor.
II.3.3 Perdagangan
Jalur
perdagangan berbagai bahan makanan mempunyai sifat khusus sendiri-sendiri.
Panjang pendeknya jalur perdagangan ini tergantung dari jenis bahan makanan
yang bersangkutan, dan akan ikut menentukan tinggi rendahnya harga bahan
makanan tersebut ketika sampai pada konsumen. Biasanya semakin panjang jalur
perdagangan, semakin mahal harga yang harus dibayar oelh konsumen. Jalur
perdagangan bahan makanan tertentu dikuasai oleh kelompok pedagang tertentu
sehingga merupakan sejenis monopoli, merekalah yang kemudian paling menentukan
besarnya harga akhir yang harus di bayar oleh konsumen.
II.4 Distribusi Pangan
Kelancaran
distribusi sangat tergantung pada kondisi sarana transport dan perdagangan.
Kita bedakan distribusi makro dan distribusi mikro bahan makanan tersebut.
Distribusi makro menyangkut perdagangan pangan di pasaran dan antar daerah
maupun antar Negara, sedangkan ditribusi mikro berhubungan dengan ditribusi
bahan makanan tersebut diantara para anggota dalam suatu keluarga.
Distribusi
makro bahan pangan sangat erat kaitannya dengan penyediaan serta perdagangan
pangan bagi suatu masyarakat. Mungkin suatu jenis bahan pangan diproduksi
secara melimpah disuatu daerah, tetapi karena sarana transport dan dengan
demikian distribusinya ke daerah lain tidak lancar, maka bahan makanan tersebut
sukar didapat di daerah konsumen.
II.4.1 Transpor
Cara
mengangkut makanan harus memenuhi persyaratan sanitasi, misalnya apakah sarana
pengangkutan memiliki alat pendingin dan tertutup. Pengankutan tersebut
dilakukan baik dari sumber ke pasar maupun dari sumber ke tempat penyimpanan
agar bahan makanan tidak tercemar oleh konaminan dan tidak rusak.
II.4.2 Penyimpanan
Tidak
semua makanan langsung dikonsumsi tetapi sebagaian mungkin disimpan baik dalam
skala kecil di rumah maupun skala besar di gudang.tempat penyimpanan atau
gudang harus memenuhi persyaratan sanitasi sebagai berikut:
1.
Tempat
penyimpanan dibangun sedemikian rupa sehingga binatang seperti tikus atau
serangga tidak bersarang.
2.
Jika
mnggunakan rak, harys disediakan ruang untuk kolong agar mudah membersihkannya.
3.
Suhu
udara dalam gudang tidak lembab.
4.
Memiliki
sirkulasi uadra yang cukup.
5.
Memiliki
pencahayaan yang cukup.
6.
Dinding
bagian bawah dari gudang harus di cat putih agar mempermudah melihat jejak
tikus.
7.
Harus
ada jalan dalam gudang.
II.4.3 Pengolahan
Sebelum
dikonsumsi, sebagian besar makanan diolah dahulu di dapur sehingga menjadi
hidangan yang bercita rasa lezat. Proses pengolahan makanan harus memenuhi
persyaratan sanitasi terutama berkaitan dengan kebersihan dapur dan alat-alat
perlengkapan masak.
II.4.4 Pengemasan
Cara
pengemasan makanan haruslah memenuhi syarat sanitasi makanan agar menjamin
kualitas dari makanan tersebut.
II.4.5 Pemasaran
Tempat
penjualan atau pasar harus memenuhi persyaratan sanitasi antara alin
kebersihan, pencahayaan, sirkulasi, dan memiliki alat pendingin.
II.5 Konsumsi Makanan
Konsumsi
makanan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air baik yang
diolah maupan yang tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan dan minuman
bagi konsumsi manusia yang termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan,
dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan atau pembuatan
makanan dan minuman (Depkes, 2004). Konsumsi makanan merupakan informasi
tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (dimakan) atau diminum
seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Jenis dan jumlah pangan
merupakan informasi yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang
dikonsumsi .
Secara umum, faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi
pangan adalah faktor ekonomi dan harga dimana keadaan ekonomi keluarga relatif
mudah diukur dan berpengaruh besar pada konsumsi pangan, terutama pada golongan
miskin, selain pendapatan, faktor ekonomi yang mempengaruhi konsumsi pangan
adalah harga pangan dan non pangan. Harga pangan yang tinggi menyebabkan
berkurangnya daya beli yang berarti pendapatan riil berkurang. Keadaan ini
menyebabkan konsumsi pangan berkurang sedangkan faktor sosio-budaya dan religi
yaitu aspek sosial budaya berarti fungsi pangan dalam masyarakat yang
berkembang sesuai dengan keadaaan lingkungan, agama, adat, kebiasaan dan
pendidikan masyarakat tersebut. Kebudayaan suatu masyarakat mempunyai kekuatan
yang berpengaruh terhadap pemilihan bahan makanan yang digunakan untuk
dikonsumsi. Kebudayaan mempengaruhi seseorang dalam konsumsi pangan yang
menyangkut pemilihan jenis bahan pangan, pengolahan, serta persiapan dan
penyajiannya.
II.6 Utilisasi Makanan
II.6.1 Pencernaan,Penyerapan dan Metabolisme
Zat gizi
Setiap bagian
yang berbeda dari sistem pencernaan memiliki peran masing-masing dalam
penguraian nutrisi. Pada dasarnya terdapat 2 proses kerja: FISIK dan KIMIAWI.
Proses fisik melibatkan penguraian partikel menjadi partikel yang lebih kecil
(dari unsur yang sama) dan mencampur partikel-partikel tersebut dengan enzim
pencernaan. Proses kimiawi melibatkan enzim-enzim untuk mengurangi partikel
makanan menjadi molekul yang lebih kecil (mengubah mereka menjadi unsur yang
lain).
MULUT – Proses pencernaan dimulai dengan
menggigit yang dilanjutkan dengan mengunyah. Mengunyah tidak hanya akan
menghancurkan makanan menjadi molekul yang lebih kecil, tapi juga mulai
mencairkan dan mencampurnya dengan ludah (saliva). Air ludah mengandung enzim
amilase ludah (amilase salivary), yang memulai penguraian kimiawi dari
zat tepung.
KERONGKONGAN (Esophagus) –
Terdapat otot-otot kuat yang disebut diaphragm, yang terletak tepat di bawah
paru-paru. Kerongkongan adalah pipa yang membantu makanan yang telah ditelan
untuk sampai ke bawah diaphragm dan ke dalam perut. Tidak terdapat proses
pencernaan yang khusus dalam esophagus.
LAMBUNG – Walaupun banyak orang berpikir bahwa
perut merupakan organ utama dalam pencernaan, tetapi fungsinya hanya sebatas
pada proses fisik saja. Sebagian besar pencernaan kimiawi terjadi di bawah dan
pada usus kecil. Perut mencampur dan mengaduk makanan (secara teknis disebut
sebagai “bolus” jika pada saat ditelan berbentuk padat, dan “chyme” setelah
perut mengaduknya menjadi cairan). Apa yang terjadi secara kimiawi dalam perut
pada pokoknya melibatkan protein dengan enzim pepsin yang mulai menguraikan
beberapa rantai panjang dari protein. Perut juga mengandung asam hydrochloric
pada tingkat pH 2 atau kurang.
USUS KECIL – Panjangnya sekitar 20 kaki gulungan
pipa yang berfungsi sebagai tempat penting bagi pencernaan dan penyerapan.
Dalam istilah anatomi, bagian pertama disebut duodenum, bagian tengah
disebut jejunum dan bagian akhir disebut ileum. Keseluruhan
permukaan dari dinding dalam usus kecil pada kenyataannya sangat besar (hampir
separuh dari ukuran lapangan sepakbola) karena permukaan dalamnya yang tidak
rata. Panjang keseluruhannya dilapisi oleh proyeksi yang disebut villi (bentuk
tunggal: villus), dan setiap villus terlapisi oleh proyeksi yang lebih
kecil disebut microvilli. Karena bentuknya yang menyerupai bulu sikat
, maka permukaan dalam usus kecil biasanya disebut sebagai brush border
(batas sikat). Pada batas sikat inilah terjadi sebagian besar dari penyerapan
nutrisi, karena microvillus memiliki pembuluh rambut kecil yang menerima
nutrisi ke dalam darah dari saluran pencernaan.
USUS BESAR (COLON) – Secara diameter, colon bentuknya
lebih besar daripada usus kecil, tapi jauh lebih pendek ukurannya dibandingkan
dengan usus kecil. Fungsi utamanya adalah penyerapan kembali terhadap air
(bersama dengan mineral-mineral lain yang terlarut di dalamnya) ke dalam aliran
darah, dan meninggalkan sisa yang berbentuk agak padat yang kemudian akan
dibuang dalam bentuk tinja (faeces) melalui anus pada akhir usus besar.
Ingatlah bahwa perut mengambil sebanyak dua galon air dari aliran darah untuk mencairkan
makanan-makanan. Jika usus besar gagal melakukan tugasnya untuk penyerapan
ulang air, maka akan berakibat pada kematian yang disebabkan oleh dehidrasi.
Pada penyakit diare yang parah, ini berarti usus besar tidak melakukan tugas
dengan semestinya, ini alasannya mengapa dehidrasi merupakan penyebab umum dari
kematian bayi yang disebabkan oleh diare. Penyebab umum dari ini adalah karena
air minum yang tercemar, khususnya di negara-negara miskin.
KATUP (VALVE) – Di antara organ-organ terdapat
katup-katup (otot sphincter) yang memberikan jalan lintasan ke bawah bagi
makanan, dan mencegah mereka mengalir kembali ke atas dalam keadaan yang biasa.
Di antara mulut dan kerongkongan (esophagus) terdapat epiglottis, yang
mengijinkan makanan untuk mengalir ke bawah menuju pipa yang benar. Di antara
perut dan esophagus terdapat cardiac sphincter, yang dinamakan
demikian karena letaknya yang dekat dengan jantung namun tidak berpengaruh pada
organ tersebut. Pylorus, atau pyloric sphincter, memisahkan
perut dari duodenum. Katup ini mencegah terlalu banyak kandungan asam dari
perut yang masuk ke dalam usus kecil sekaligus. Ini memberikan kesempatan
kepada sodium bicarbonate yang dimasukkan ke dalam duodenum melalui saluran air
empedu untuk menetralisir asam tersebut. Di antara akhir dari usus kecil
(ileum) dan usus besar terdapat katup ileocecal, yang berfungsi
mencegah menumpuknya bakteri berkonsentrasi tinggi dari usus besar ke dalam
usus kecil sehingga tidak terjadi infeksi. Pada akhir usus besar terdapat anal
sphincter (anus) yang memungkinkan terjadinya pembuangan hanya pada saat
yang tepat. Kita memiliki kontrol atas epiglottis pada saat menelan, dan juga
kontrol atas pembuangan. Katup-katup yang lainnya bekerja secara otomatis
sesuai reaksi atas makanan yang berada dalam saluran pencernaan.
II.6.2 Pencernaan dan
Penyerapan Nutrisi
Sebagian besar pencernaan kimiawi terjadi dalam usus
kecil. Semua zat tepung yang tersisa (bukan yang telah diuraikan oleh
amilase ludah) akan dikurangi menjadi glukosa oleh amilase yang dihasilkan oleh
pankreas atau lapisan usus kecil itu sendiri. Semua disakarida akan
dikurangi menjadi monosakarida. (Jika seseorang mengalami kekurangan
laktase, maka laktosa akan tetap utuh dan akan menyebabkan masalah pada bagian
bawah dari usus besar.) Enzim yang bertanggung jawab terhadap penguraian
karbohidrat disebut sebagai karbohidrase.
Lemak pertama-tama harus mengalami emulsi oleh
air empedu, yang terbuat dalam ati yang tersimpan dalam kandung
empedu, dan dikeluarkan ke dalam duodenum saat terdapatnya lemak. Triglyceride
akan diuraikan menjadi asam lemak dan glycerol, walaupun sering terdapat
satu asam lemak yang terlekat pada glycerol dan terserap sebagai monoglyceride.
Enzim yang mempercepat reaksi kimia penguraian lemak disebut lipase.
Protein diuraikan
ke dalam unsur asam aminonya. Ikatan antara dua asam amino disebut sebagai
ikatan peptide. Maka dua asam amino yang terikat disebut dipeptide,
tiga disebut tripeptide, empat sampai sepuluh disebut oligopeptide, and lebih
dari sepuluh disebut polypeptide. Enzim yang memisahkan protein-protein yang
asli disebut protease, dan enzim yang memisahkan setiap asam amino
disebut peptidase.
II. 7 Sub Sistem Ketahan Pangan
Sub
sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga sub sistem utama yaitu ketersediaan,
akses, dan penyerapan pangan, sedangkan status gizi merupakan outcome dari
ketahanan pangan. Ketersediaan, akses, dan penyerapan pangan merupakan sub
sistem yang harus dipenuhi secara utuh. Salah satu subsistem tersebut tidak
dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan
yang baik. Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional,
tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka
ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Secara rinci penjelasan mengenai sub
sistem tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Ø Sub
sistem ketersediaan (food availability) : yaitu ketersediaan
pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu
negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun
bantuan pangan. Ketersediaan pangan ini harus mampu mencukupi pangan yang didefinisikan
sebagai jumlah kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat
Ø Akses
pangan (food access) : yaitu kemampuan semua rumah tangga dan
individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup
untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri,
pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu
terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan,
kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah
(sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang
preferensi pangan.
Ø Penyerapan
pangan (food utilization) yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan
hidup sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan.
Efektifitas dari penyerapan pangan tergantung pada pengetahuan rumahtangga/individu,
sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta
penyuluhan gisi dan pemeliharaan balita. (Riely et.al , 1999).
Ø Stabiltas
(stability) merupakan dimensi waktu dari ketahanan
pangan yang terbagi dalam kerawanan pangan kronis (chronic food insecurity) dan
kerawanan pangan sementara (transitory food insecurity). Kerawanan pangan
kronis adalah ketidak mampuan untuk memperoleh kebutuhan pangan setpa saat,
sedangkan kerawanan pangan sementara adalah kerawanan pangan yang terjadi
secara sementara yang diakibatkan karena masalah kekeringan banjir, bencana,
maupun konflik sosial. (Maxwell and Frankenberger 1992).
Ø Status
gizi (Nutritional status ) adalah outcome ketahanan pangan
yang merupakan cerminan dari kualitas hidup seseorang. Umumnya satus gizi ini
diukur dengan angka harapan hidup, tingkat gizi balita dan kematian bayi.
Sistem
ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat sub-sistem,
yaitu: (i) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh
penduduk, (ii) distribusi pangan yang lancar dan merata, (iii) konsumsi pangan setiap
individu yang memenuhi kecukupan gizi seimbang, yang berdampak pada (iv) status
gizi masyarakat . Dengan demikian, sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya
menyangkut soal produksi, distribusi, dan penyediaan pangan ditingkat makro (nasional
dan regional), tetapi juga menyangkut aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat
rumah tangga dan individu serta status gizi anggota rumah tangga, terutama anak
dan ibu hamil dari rumah tangga miskin. Meskipun secara konseptual pengertian ketahanan
pangan meliputi aspek mikro, namun dalam pelaksanaan sehari-hari masih sering
ditekankan pada aspek makro yaitu ketersediaan pangan. Agar aspek mikro tidak terabaikan,
maka dalam dokumen ini digunakan istilah ketahanan pangan dan gizi. Konsep
ketahanan pangan yang sempit meninjau sistem ketahanan pangan dari aspek
masukan yaitu produksi dan penyediaan pangan. Seperti banyak diketahui, baik secara
nasional maupun global, ketersediaan pangan yang melimpah melebihi kebutuhan
pangan penduduk tidak menjamin bahwa seluruh penduduk terbebas dari kelaparan
dan gizi kurang. Konsep ketahanan pangan yang luas bertolak pada tujuan akhir
dari ketahanan pangan yaitu tingkat kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, sasaran
pertama Millenium Development Goals (MGDs) bukanlah tercapainya produksi
atau penyediaan pangan, tetapi menurunkan kemiskinan dan kelaparan sebagai
indikator kesejahteraan masyarakat. MDGs menggunakan pendekatan dampak bukan masukan.
II.8 Pengertian Status Gizi
Menurut Suhardjo (1983), status gizi adalah keadaan tubuh sebagai
akibat dari pemakaian, penyerapan, dan penggunaan makanan. Makanan yang
memenuhi gizi tubuh, umumnya membawa ke status gizi memuaskan. Sebaiknya jika
kekurangan atau kelebihan zat gizi esensial dalam makanan untuk
jangka waktu yang lama disebut gizi salah. Manifestasi gizi salah dapat berupa
gizi kurang dan gizi lebih (Supariasa, 2004).
Zat
gizi diartikan sebagai zat kimia yang terdapat dalam makanan yang diperlukan
manusia untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Sampai saat ini dikenal
kurang lebih 45 jenis zat gizi dan sejak akhir tahun 1980an dikelompokan
keadaan zat gizi makro yaitu zat gizi sumber energy berupa karbohidrat, lemak
dan protein dan zat gizi mikro yaitu vitamin dan mineral (Supariasa, 2004).
Keadaan
tubuh dikatakan pada tingkat gizi optimal, jika jaringan tubuh jenuh oleh semua
zat gizi, maka disebut status gizi optimal. Kondisi ini memungkinkan tubuh
terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan yang tinggi. Apabila konsumsi
gizi makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan
terjadi kesalahan gizi yang mencakup kelebihan dan kekurangan zat gizi
(Supariasa, 2004).
Faktor-faktor yang mempengaruhi status
gizi menurut Suhardjo (2003):
a.
Faktor langsung
1) Konsumsi
makanan
Konsumsi makanan
oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang
dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal
ini tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan
masyarakat bersangkutan.
2) Infeksi
Antara
status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat
menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek
langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya
terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.
b.
Faktor tidak langsung
1)
Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga.
Hal ini terkait dengan produksi dan
distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke
tingkat rumah tangga.
2)
Daya beli keluarga yang kurang untuk
memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi
seluruh anggota keluarga
Hal ini terkait dengan
masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga.
Apabila pengasilan keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup
dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga
akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan
perkembangan otak mereka.
3) Tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan
Walaupun
bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi
karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan
makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan
gizi tidak sesuai kebutuhan.
4.
Penilaian Status Gizi
Penilaian status
gizi menurut Supariasa ( 2001 ) dibagi atas :
a) Penilaian Status Gizi Secara
Langsung
Penilaian status
gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu : antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Masing-masing penilaian akan dibahas sacara umum sebagai
berikut :
Ø Antropometri
Secara
umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang
gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energy. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Ø Klinis
Pemeriksaan klinis
adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode
ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel ( supervisicial
epithelial tissues ) seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada
organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini
umumnya untuk survey klinis secara cepat ( rapid clinical surveys ).
Survey ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda klinis-klinis umum
dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik
yaitu tanda ( signi ) dan gejala ( symptom ) atau riwayat penyakit.
Ø Biokimia
Penilaian status gizi
dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot. Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang
kurang spesifik, maka penentuan kimia dapat lebih banyak menolong untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
Ø Biofisik
Penentuan status gizi
secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khususnya jaringan ) dan melihat perubahan struktur dari jaringan.
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja
epidemic ( epidemic of right blindness ). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
b) Penilaian Status Gizi Secara
Tidak Langsung
Penilaian
status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survey konsumsi
makanan, statistik vital dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode
ini akan diuraikan sebagi berikut :
Ø Survei
Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan
adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat,
keluarga, dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
Ø Statistik
Vital
Pengukuran status gizi
dengan statistik vital adalah dengan menganalisis data beberapa penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaannya
dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator tidak lengsung pengukuran status
gizi masyarakat.
Ø Faktor
Ekologi
Bengoa mengungkapkan
bahwa malnutrisi merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi, dan
lain-lain. vPengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting untuk mengetahui
penyebab malnutrisi disuatu masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.
Wah, terima kasih atas ilmunya. Bermanfaat banget nih. ^_^
BalasHapus